Selasa, 26 Maret 2013, pukul.17.00
@Gereja Katedral Semarang
Setelah berkumpul dan bermenung renung bersama selama dua hari di
Bandungan, kemarin sore pada hari Selasa, jam 17.00, Uskup Agung
Semarang, Mgr Pujasumarta, Pr bersama Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ
dan ratusan pastor dari aneka tarekat berkumpul di Gereja Katedral
Semarang untuk merayakan Misa Krisma. Misa ini menunjukkan persatuan
antara para imam dengan uskup mereka. Dalam Misa Krisma, uskup
memberkati tiga macam minyak kudus, al:
- OC: Minyak katekumen (oleum catechumenorum),
- OI : Minyak orang sakit (oleum infirmorum)
-SC : Minyak krisma (sacrum chrisma)
Adapun ketiga jenis minyak ini nantinya dipergunakan dalam pelayanan
sakramen-sakramen di seluruh wilayah keuskupan sepanjang tahun itu.
Tradisi ini berasal dari Gereja Perdana seperti dicatat dalam
Sakramentarium Gelasius (dinamakan seturut Paus Gelasius I, wafat tahun
496), tetapi kemudian dimasukkan ke dalam Misa sore Kamis Putih; Paus
Pius XII menerbitkan suatu Rangkaian Ibadat yang baru untuk Pekan Suci,
di mana ditetapkan kembali suatu perayaan Misa Krisma khusus yang
membedakannya dari Misa sore.
Sepanjang Kitab Suci, terdapat
berbagai referensi yang menyatakan pentingnya minyak zaitun dalam
kehidupan sehari-hari. Minyak dipergunakan untuk memasak, teristimewa
dalam membuat roti, yakni bahan makanan pokok (mis Bil 11:7-9); sebagai
bahan bakar pelita (mis Mat 25:1-9); dan sebagai unsur penyembuh dalam
pengobatan (mis Yes 1:6 dan Luk 10:34). Di samping itu, kaum Yahudi
mengurapi kepala tamu mereka dengan minyak sebagai ucapan selamat datang
(mis Luk 7:46), memperelok penampilan seseorang (mis Rut 3:3) dan
memburat jenazah sebelum dimakamkan (mis Mrk 16:1). Dalam praktek
keagamaan, bangsa Yahudi juga mempergunakan minyak untuk mempersembahkan
kurban (mis Kel 29:40); mempersembahkan suatu tugu peringatan demi
menghormati Tuhan (mis Kej 28:18); dan untuk menguduskan kemah
pertemuan, tabut perjanjian, meja, kandil, mezbah pembakaran ukupan,
mezbah korban bakaran, bejana pembasuhan (mis Kel 30:26-29). Penggunaan
minyak jelas merupakan bagian dari hidup masyarakat sehari-hari.
Kitab Suci juga menegaskan simbolisme rohani dari minyak. Misalnya,
dalam Mazmur 23:5 kita dapati, “Engkau mengurapi kepalaku dengan
minyak,” menggambarkan kemurahan dan kekuatan dari Tuhan; dan Mazmur
45:8, “Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu
Allah, Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda
kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu,” menggambarkan perutusan
istimewa dari Tuhan dan sukacita menjadi hamba-Nya. Lagipula, “diurapi”
oleh Tuhan menyatakan bahwa seorang menerima suatu panggilan khusus dari
Tuhan dan kuasa Roh Kudus untuk menunaikan panggilan itu. Yesus, dengan
menggemakan kata-kata Yesaya, bersabda, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh
sebab Ia telah mengurapi Aku” (Luk 4:18). St Paulus menegaskan point
ini, “Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di
dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, memeteraikan tanda
milik-Nya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita
sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2Kor
1:21). Sebab itu, simbolisme minyak adalah berlimpah pengudusan,
penyembuhan, pemberian kekuatan, tanda perkenanan, dedikasi, penyerahan
diri dan kurban.
Berdasarkan warisan ini, Gereja perdana
mengadaptasi penggunaan minyak zaitun dalam ritual sakramentalnya.
Minyak Katekumen dipergunakan sehubungan dengan Sakramen Baptis. St
Hipolitus dalam Tradisi Apostoliknya (215) menulis mengenai suatu
“minyak eksorsisme” yang dipergunakan untuk mengurapi para calon baptis
menjelang pembaptisan. Praktek ini masih terus dilakukan. Dalam liturgi
baptis yang sekarang, imam mendaraskan doa pembebasan dan lalu, dengan
minyak katekumen mengurapi orang yang akan dibaptis pada dadanya, seraya
mengatakan, “Kami mengurapi engkau dengan minyak keselamatan dalam nama
Kristus Juruselamat kita; kiranya Ia menguatkan engkau dengan
kuasa-Nya, Ia yang hidup dan berkuasa untuk selama-lamanya.” Pengurapan
dengan minyak katekumen sesudah doa pembebasan juga dapat dilakukan
sepanjang masa katekumenat di salah satu atau beberapa kesempatan. Dalam
kedua peristiwa tersebut, pengurapan ini melambangkan kebutuhan manusia
akan pertolongan dan kekuatan dari Tuhan untuk mematahkan belenggu masa
lampau dan mengatasi perlawanan dari yang jahat agar ia dapat mengaku
imannya, datang pada pembaptisan dan hidup sebagai anak Allah.
Minyak orang sakit dipergunakan dalam Sakramen Pengurapan Orang Sakit
(dulu dikenal sebagai Sakramen Terakhir). St Yakobus menulis, “Kalau ada
seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para panatua
jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak
dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang
sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; jika ia telah berbuat dosa,
maka dosanya itu akan diampuni” (Yak 5:14-15). Dalam Tradisi Apostolik
oleh St Hipolitus, dicatat satu dari rumusan-rumusan tertua untuk
memberkati minyak orang sakit. Juga, pada masa Gereja awali, seorang
imam (atau beberapa imam) akan memberkati minyak ini pada saat minyak
hendak dipergunakan, suatu tradisi yang masih dilestarikan dalam
Gereja-gereja Timur. Tetapi, dalam Ritus Latin, setidak-tidaknya sejak
Abad Pertengahan, para imam menggunakan minyak yang telah diberkati
uskup; sebagai contoh, St Bonifasius pada tahun 730 menginstruksikan
kepada semua imam di wilayah Jerman untuk hanya menggunakan minyak orang
sakit yang telah diberkati uskup. Sekarang, imam mengurapi dahi orang
yang sakit seraya mengatakan, “Semoga karena pengurapan suci ini Allah
yang Maharahim menolong Saudara dengan rahmat Roh Kudus,” dan lalu imam
mengurapi kedua tangan si sakit seraya berkata, “Semoga Tuhan
membebaskan saudara dari dosa dan membangunkan Saudara di dalam
rahmat-Nya.” Bagian tubuh yang lain dapat juga diurapi jika tidak
mungkin mengurapi tangan atau jika terdapat suatu kebutuhan khusus
lainnya.
Terakhir, minyak krisma merupakan campuran minyak
zaitun dan balsam, suatu damar aromatik. Minyak ini berhubungan dengan
pengudusan orang. Pada masa Perjanjian Lama, para imam, para nabi dan
para raja bangsa Yahudi diurapi. Minyak ini dipergunakan dalam Sakramen
Baptis, Sakramen Penguatan dan Sakramen Tahbisan Suci sebab ketiga
sakramen ini menerakan suatu tanda sakramental yang tak terhapuskan.
Pemberkatan minyak krisma berbeda dari minyak-minyak lainnya: Uskup
menghembus di atas bejana krisma, suatu gerakan yang melambangkan baik
Roh Kudus yang turun ke atas minyak yang dikuduskan ini, dan
melambangkan kodrat pemberian diri dan pengudusan dari sakramen untuk
mana minyak dipergunakan. (Ingat bagaimana Tuhan kita “menghembusi” para
rasul pada malam Paskah seraya mengatakan, “Terimalah Roh Kudus” (Yoh
20:22). Para konselebran dalam Misa Krisma juga mengulurkan tangan kanan
mereka ke arah minyak krisma sementara uskup mendaraskan doa
pengudusan, melambangkan bahwa dalam persatuan dengan uskup, mereka
“ikut menyandang kewibawaan Kristus Sendiri, untuk membangun,
menguduskan dan membimbing Tubuh-Nya,” yakni Gereja (Konsili Vatikan II,
Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, No 2).
Mengenai pembaptisan, St Hipolitus dalam Tradisi Apostolik berbicara
mengenai suatu pengurapan sesudah baptis dengan “minyak syukur”. Serupa
itu, segera sesudah pembaptisan dalam ritus yang sekarang, imam
mengurapi orang yang dibaptis dengan krisma pada puncak kepalanya,
seraya mengatakan, “Saudara terkasih, Allah, Bapa Tuhan kita Yesus
Kristus, telah melahirkan Saudara kembali dari air dan Roh Kudus dan
mengampuni semua dosa Saudara. Saudara sudah diangkat menjadi anak-Nya
dan dipersatukan dengan umat-Nya. Sekarang Saudara diurapi dengan Minyak
krisma, seperti Kristus diurapi oleh Roh Kudus menjadi imam, nabi dan
raja. Semoga Allah berkenan melindungi Saudara, agar Saudara menjadi
anggota umat-Nya yang setia, sampai masuk kehidupan yang kekal. Amin.”
Dalam Sakramen Penguatan, uskup mengurapi dahi calon dengan krisma,
seraya berkata, “Semoga dimeterai oleh anugerah Allah Roh Kudus.”
Minyak Krisma juga dipergunakan dalam Sakramen Tahbisan Suci. Dalam
ritus tahbisan imamat, uskup mengurapi kedua telapak tangan dari
masing-masing imam baru dengan krisma. Dalam ritus tahbisan episkopat,
uskup yang menahbiskan mengurapi kepala uskup baru.
Terakhir,
Minyak Krisma dipergunakan dalam upacara pemberkatan sebuah gereja. Di
sini, uskup mengurapi altar, menuangkan minyak krisma di tengah altar
dan di masing-masing dari keempat sudutnya. Disarankan agar uskup
mengurapi keseluruhan altar. Setelah mengurapi altar, uskup mengurapi
dinding-dinding gereja di duabelas atau empat tempat yang ditandai
dengan salib.
Sementara Bapa Uskup memberkati ketiga minyak
suci ini pada Misa Krisma, hati kita tertuju kepada Tuhan kita yang
murah hati, yang menganugerahkan cinta dan belas kasih-Nya yang tak
terhingga kepada kita melalui sakramen-sakramen ini. Marilah kita juga
berdoa bagi uskup kita dan bagi para imam yang adalah para pelayan
sakramen-sakramen di paroki agar mereka senanitasa menjadi abdi-abdi
Allah yang bersahaja dan murah hati, yang setia dalam panggilan dan
bergairah dalam pelayanan.
Ora Pro Nobis!
http://www.romojostkokoh.com